Aku
adalah seorang pemuda lulusan Sma, tapi tidak bisa meneruskan kuliah karena
alasan biaya. Keluargaku tergolong keluarga miskin. Awalnya aku tinggal di
Semarang sama ortu sama adiku yang perempuan. Sekedar info saja adik
perempuanku bukanlah adik kandung, dia diambil dari panti asuhan ketika masih
masih bayi dan langsung diadopsi oleh orang tuaku. Keluarga kami tergolong
keluarga pas-pasan dikarenakan ayah yang hanya buruh serabutan.
Aku
sudah dua tahun bekerja di salah satu Cafe yang cukup elite di Semarang. Tapi
sayang, pada tahun kedua yaitu tahun 2008 aku diberhentikan karena cafe
tempatku bekerja mengalami kebangkrutan.
Sudah
setahun aku tidak bekerja, padahal perekonomian keluargaku dalam masa yang
sangatlah sulit. Dalam sebulan kami sekeluarga mesti mengirit pengeluaran. Coba
bayangkan, apa mungkin uang 300 ribu digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga seperti makan, listrik dan kebutuhan pokok lainnya? Tapi Alhamdulillah, keluargaku
dapat melewati bulan demi bulan dengan perut terisi nasi setiap hari. Semua ini
berkat ayahku yang walaupun belum mendapat pekerjaan, ya maklumlah kami berdua
masih mencari pekerjaan, tapi mampu mengakali segala sesuatu yang ada. Misalnya,
jika diitung-itung memasak menggunakan kompor gas dengan rice coocker, rice
coockerpun dipaksa menjadi super multi, percaya tidak kalau menggoreng tahu
atau tempe dapat menggunakan rice coocker. Bahkan biaya yang dikeluarkan dapat
lebih sedikit bila dibandingkan dengan menggunakan kompor gas karena biaya yang
digunakan untuk membeli gas dibebankan kepada rice coocker dan malahan kompor
dan tabung gas yang disubsidi oleh pemerintah dijual karena tidak digunakan.
Suatu
hari setelah capek keliling kota dalam rangka usaha mencari pekerjaan. Aku
duduk santai di teras rumah sambil melamun. “Kok malah ngelamun, sana sholat
nanti keburu maghrib lho”. “Iya bu” jawabku dengan nada ragu seakan masih belum
bangun dari lamunan kosong. Aku mulai beranjak dari lamunanku. Ku basuh air
mukaku yang kusam masam. Aku mulai sholat, lalu aku berdoa dengan harapan agar dapat
segera mendapatkan pekerjaan.
“Gimana
kalau kamu ke Medan aja, Ron?” usul Ibu. “Di sini kan cari kerja susah, lagian
di Medan kan kita banyak saudara” tambah Ibu meyakinkanku. Benar juga apa yang
dibilang ibuku, keluarga kami di Medan ada 15 saudara semuanya dari keluarga
Ibu. Mungkin di sana aku dapat mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, lagipula
ada paman dan bibi di sana.
Selama beberapa minggu aku merenungi masukan dari
apa yang dibicarakan ibu. Setelah aku memikirkannya dengan matang-matang aku
mengambil keputusan bulat untuk merantau ke Medan. Ayah dan ibu mendukung
keputusanku ini dan mereka mencoba menghubungi keluargaku yang ada di Medan.
Maksudnya agar mereka minta tolong dibelikan tiket buat aku gitu.
Di
saat menanti kepastian menunggu tiket dari Medan, secara kebetulan aku di add oleh kakak sepupuku. Biasanya aku
online facebook melalui hp buntut yang menurutku adalah benda yang paling
berharga, karena kudapat melalui hasil keringatku sendiri ketika masih bekerja.
Aku sudah sangat lama tidak bertemu dengan saudara-saudara yang ada di Medan,
terakhir aku ke Medan waktu umur 6 tahun, jadi dah lama banget aku tidak ketemu
dengan sepupuku itu. Nah yang membuatku terkejut adalah ketika melihat album
foto milik kakak sepupuku itu namanya Aris. Ternyata tampang sosok foto milik
Aris mirip banget sama aku ciman bedanya aku lebih kurusan. Dan yang lebih lucunya
lagi ternyata murid-murid Aris, dia di sana bekerja sebagai guru TIK, dan dia
cukup kondang juga di sana. Selama ini sebelumnya di kontak listku tidak ada
satupun milik keluargaku, tapi sekarang jadi banyak. Sumpah aku sangat senang
banget karana selama ini aku jarang banget ketemu ama keluarga yang di sana.
Waktu lebaran aja selama bertahun-tahun aku Cuma ama kedua ortu dan adik
perempuanku.
Akhirnya
yang ditunggu-tunggu pun datang juga. Tiket buat aku sudah ada, dan aku sudah
siap berangkat. Sebenarnya sih sedih sekali meningkalkan keluarga di sini, tapi
aku harus membulatkan tekad untuk mencari nafkah di kota Medan.
Sesampainya
di Medan aku dijemput oleh kakak sepupu yang cewek namanya Isna, kakaknya Aris
dan tanteku. Jadi bakalan rencananya aku tinggal bersama dengan mereka. Tapi
gak tau dari awal ketemu ama mereka, aku punya firasat yang aneh. Aku juga agak
curiga sama mereka. Aku ini Cuma keponakan tetapi malahan diperlakukan spesial
banget. Tante yang menjemput aku di bandara bahkan sampai memelukku.
Kelihatannya itu sih hal yang wajar, tapi tetap saja rasa curigaku tetap ada.
Tanteku ini kan istri dari kakak ibuku, terus selama ini aku juga tidak telalu
dekat sama dia. Ketemu aja satu kali, itu pun ketika aku masih kecil. Tetapi kok
sampai memeluk aku kaya kangen banget gitu. Udah begitu dia bela-belain
menunggu di bandara dari tengah malam sampai subuh untuk menjemput aku. Kenapa
kok gak nyuruh anak-anaknya saja?
Sesampainya
di rumah saya disambut secara hangat di sana.
Hari
demi hari aku tinggal om dan tanteku itu, kecurigaanku itu semakin besar. Aku
merasa ada yang janggal di sini. Sebagai seorang keponakan aku diperlakukan
terlalu spesial. Yang terlalu anehn ya lagi, tanteku sering mondar-mandir
keluar masuk kamarku. Seperti mau ngomong sesuatu tetapi tidak jadi.
Pada
suatu hari aku diajak tanteku untuk mengikuti arisan keluarga. Aku sih seneng
banget karana ketemu dengan banyak saudara. Ketika pada lagi asik ngobrol antar
saudara, disini mereka memakai bahasa Medan campur dengan bahasa Indonesia. Aku
sih berusaha mengartikan sedikit-sedikit yang mereka bicarakan. Tiba-tiba salah
satu paman aku yang jadi tuan rumah arisan nyeletuk gini.”Siapa yang lebih tua
Kamu sama Aris?” Tiba-tiba tanteku melototin paman yang tanya tadi, dan mendadak
langsung menjadi diam. Tapi ada satu tante yang ngomong dengan bahasa Medan
yang kalau aku artikan sedikit-sedikit”hayooo hati-hati ngomongnya jangan
nyerempet-nyerempet”. Tiba-tiba keringat dingin keluar dari tubuhku.
Kecurigaanku semakin besar aja. Dalam hati aku berpikir “jangan-jangan aku
sebenarnya adalah...”.
Pulang
dari arisan keluarga pikiranku semakin tidak tenang dengan semua kejadian yang
menurutku sangat mencurigakan. Akhirnya aku berpikir umtuk mencoba untuk
menyelidiki kecurigaanku ini agar lebih akurat. Di kamar tempatku tidur, aku
tidur sekamar dengan Aris. Kemudan ada Arda adik sepupuku lagi main komputer.
Aku ngobrol dikit-dikit sambil ngorek-ngorek informasi. Dan akhirnya
kecurihaanku terbukti benar. Aris, Arda, Isna dan saudara mereka yang yang lain
adalah kakak dan adik kandungku. Sumpah pada saat itu perasaanku campur aduk
tak karuan. Akhirnya aku bilang ke Arda agar jangan bilang dulu ke Mama kalau
aku sudah tau masalah ini, pokoknya Cuma dipancing-pancing agar mama mau
ngomong langsung kepadaku.
Beberapa
jam kemudian tante aku yang akhirnya ku ketahui sebagai mamaku datang ke
kamarku. Aku waktu itu lagi main-main komputer. Dia duduk di samping aku.
Jantungku mendadak langsung berdetak dag, dig, dug dan gugup sekali. Tapi aku
tetap berusaha bersifat wajar dan berusaha berlagak cuek melihat monitor. Beberapa
menit dia diam seperti ingin bicara tapi tidak jadi. Beberapa menit kemudian
akirnya Mama kandungku ini mulai bicara, tapi agak terbata-bata. Intinya sih
aku sudah menangkap arah pembicaraannya, pasti mau ngomongin masalah aku yang
sebenarnya anak kandungnya dia. Tapi belum selesai Mama aku ini ngomong aku
langsung potong omongannya. Aku langsung bilang ”Aku sudah tahu kok Bu dari
Arda” selesai ngomong gitu aku langsung memeluk kakinya sambil menangis
terharu. Ibuku yang awalnya terlihat tegang banget mendadak kelihatan lega
sambil ngusap-usap kepalaku yang lagi ada di pangkuannya dengan kasih sayang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar