Minggu, 14 Agustus 2011

Surprise


Aku adalah seorang pemuda lulusan Sma, tapi tidak bisa meneruskan kuliah karena alasan biaya. Keluargaku tergolong keluarga miskin. Awalnya aku tinggal di Semarang sama ortu sama adiku yang perempuan. Sekedar info saja adik perempuanku bukanlah adik kandung, dia diambil dari panti asuhan ketika masih masih bayi dan langsung diadopsi oleh orang tuaku. Keluarga kami tergolong keluarga pas-pasan dikarenakan ayah yang hanya buruh serabutan.
Aku sudah dua tahun bekerja di salah satu Cafe yang cukup elite di Semarang. Tapi sayang, pada tahun kedua yaitu tahun 2008 aku diberhentikan karena cafe tempatku bekerja mengalami kebangkrutan.
Sudah setahun aku tidak bekerja, padahal perekonomian keluargaku dalam masa yang sangatlah sulit. Dalam sebulan kami sekeluarga mesti mengirit pengeluaran. Coba bayangkan, apa mungkin uang 300 ribu digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti makan, listrik dan kebutuhan pokok lainnya? Tapi Alhamdulillah, keluargaku dapat melewati bulan demi bulan dengan perut terisi nasi setiap hari. Semua ini berkat ayahku yang walaupun belum mendapat pekerjaan, ya maklumlah kami berdua masih mencari pekerjaan, tapi mampu mengakali segala sesuatu yang ada. Misalnya, jika diitung-itung memasak menggunakan kompor gas dengan rice coocker, rice coockerpun dipaksa menjadi super multi, percaya tidak kalau menggoreng tahu atau tempe dapat menggunakan rice coocker. Bahkan biaya yang dikeluarkan dapat lebih sedikit bila dibandingkan dengan menggunakan kompor gas karena biaya yang digunakan untuk membeli gas dibebankan kepada rice coocker dan malahan kompor dan tabung gas yang disubsidi oleh pemerintah dijual karena tidak digunakan.
Suatu hari setelah capek keliling kota dalam rangka usaha mencari pekerjaan. Aku duduk santai di teras rumah sambil melamun. “Kok malah ngelamun, sana sholat nanti keburu maghrib lho”. “Iya bu” jawabku dengan nada ragu seakan masih belum bangun dari lamunan kosong. Aku mulai beranjak dari lamunanku. Ku basuh air mukaku yang kusam masam. Aku mulai sholat, lalu aku berdoa dengan harapan agar dapat segera mendapatkan pekerjaan.
“Gimana kalau kamu ke Medan aja, Ron?” usul Ibu. “Di sini kan cari kerja susah, lagian di Medan kan kita banyak saudara” tambah Ibu meyakinkanku. Benar juga apa yang dibilang ibuku, keluarga kami di Medan ada 15 saudara semuanya dari keluarga Ibu. Mungkin di sana aku dapat mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, lagipula ada paman dan bibi di sana.
 Selama beberapa minggu aku merenungi masukan dari apa yang dibicarakan ibu. Setelah aku memikirkannya dengan matang-matang aku mengambil keputusan bulat untuk merantau ke Medan. Ayah dan ibu mendukung keputusanku ini dan mereka mencoba menghubungi keluargaku yang ada di Medan. Maksudnya agar mereka minta tolong dibelikan tiket buat aku gitu.
Di saat menanti kepastian menunggu tiket dari Medan, secara kebetulan aku di add oleh kakak sepupuku. Biasanya aku online facebook melalui hp buntut yang menurutku adalah benda yang paling berharga, karena kudapat melalui hasil keringatku sendiri ketika masih bekerja. Aku sudah sangat lama tidak bertemu dengan saudara-saudara yang ada di Medan, terakhir aku ke Medan waktu umur 6 tahun, jadi dah lama banget aku tidak ketemu dengan sepupuku itu. Nah yang membuatku terkejut adalah ketika melihat album foto milik kakak sepupuku itu namanya Aris. Ternyata tampang sosok foto milik Aris mirip banget sama aku ciman bedanya aku lebih kurusan. Dan yang lebih lucunya lagi ternyata murid-murid Aris, dia di sana bekerja sebagai guru TIK, dan dia cukup kondang juga di sana. Selama ini sebelumnya di kontak listku tidak ada satupun milik keluargaku, tapi sekarang jadi banyak. Sumpah aku sangat senang banget karana selama ini aku jarang banget ketemu ama keluarga yang di sana. Waktu lebaran aja selama bertahun-tahun aku Cuma ama kedua ortu dan adik perempuanku.
Akhirnya yang ditunggu-tunggu pun datang juga. Tiket buat aku sudah ada, dan aku sudah siap berangkat. Sebenarnya sih sedih sekali meningkalkan keluarga di sini, tapi aku harus membulatkan tekad untuk mencari nafkah di kota Medan.
Sesampainya di Medan aku dijemput oleh kakak sepupu yang cewek namanya Isna, kakaknya Aris dan tanteku. Jadi bakalan rencananya aku tinggal bersama dengan mereka. Tapi gak tau dari awal ketemu ama mereka, aku punya firasat yang aneh. Aku juga agak curiga sama mereka. Aku ini Cuma keponakan tetapi malahan diperlakukan spesial banget. Tante yang menjemput aku di bandara bahkan sampai memelukku. Kelihatannya itu sih hal yang wajar, tapi tetap saja rasa curigaku tetap ada. Tanteku ini kan istri dari kakak ibuku, terus selama ini aku juga tidak telalu dekat sama dia. Ketemu aja satu kali, itu pun ketika aku masih kecil. Tetapi kok sampai memeluk aku kaya kangen banget gitu. Udah begitu dia bela-belain menunggu di bandara dari tengah malam sampai subuh untuk menjemput aku. Kenapa kok gak nyuruh anak-anaknya saja?
Sesampainya di rumah saya disambut secara hangat di sana.
Hari demi hari aku tinggal om dan tanteku itu, kecurigaanku itu semakin besar. Aku merasa ada yang janggal di sini. Sebagai seorang keponakan aku diperlakukan terlalu spesial. Yang terlalu anehn ya lagi, tanteku sering mondar-mandir keluar masuk kamarku. Seperti mau ngomong sesuatu tetapi tidak jadi.
Pada suatu hari aku diajak tanteku untuk mengikuti arisan keluarga. Aku sih seneng banget karana ketemu dengan banyak saudara. Ketika pada lagi asik ngobrol antar saudara, disini mereka memakai bahasa Medan campur dengan bahasa Indonesia. Aku sih berusaha mengartikan sedikit-sedikit yang mereka bicarakan. Tiba-tiba salah satu paman aku yang jadi tuan rumah arisan nyeletuk gini.”Siapa yang lebih tua Kamu sama Aris?” Tiba-tiba tanteku melototin paman yang tanya tadi, dan mendadak langsung menjadi diam. Tapi ada satu tante yang ngomong dengan bahasa Medan yang kalau aku artikan sedikit-sedikit”hayooo hati-hati ngomongnya jangan nyerempet-nyerempet”. Tiba-tiba keringat dingin keluar dari tubuhku. Kecurigaanku semakin besar aja. Dalam hati aku berpikir “jangan-jangan aku sebenarnya adalah...”.
Pulang dari arisan keluarga pikiranku semakin tidak tenang dengan semua kejadian yang menurutku sangat mencurigakan. Akhirnya aku berpikir umtuk mencoba untuk menyelidiki kecurigaanku ini agar lebih akurat. Di kamar tempatku tidur, aku tidur sekamar dengan Aris. Kemudan ada Arda adik sepupuku lagi main komputer. Aku ngobrol dikit-dikit sambil ngorek-ngorek informasi. Dan akhirnya kecurihaanku terbukti benar. Aris, Arda, Isna dan saudara mereka yang yang lain adalah kakak dan adik kandungku. Sumpah pada saat itu perasaanku campur aduk tak karuan. Akhirnya aku bilang ke Arda agar jangan bilang dulu ke Mama kalau aku sudah tau masalah ini, pokoknya Cuma dipancing-pancing agar mama mau ngomong langsung kepadaku.
Beberapa jam kemudian tante aku yang akhirnya ku ketahui sebagai mamaku datang ke kamarku. Aku waktu itu lagi main-main komputer. Dia duduk di samping aku. Jantungku mendadak langsung berdetak dag, dig, dug dan gugup sekali. Tapi aku tetap berusaha bersifat wajar dan berusaha berlagak cuek melihat monitor. Beberapa menit dia diam seperti ingin bicara tapi tidak jadi. Beberapa menit kemudian akirnya Mama kandungku ini mulai bicara, tapi agak terbata-bata. Intinya sih aku sudah menangkap arah pembicaraannya, pasti mau ngomongin masalah aku yang sebenarnya anak kandungnya dia. Tapi belum selesai Mama aku ini ngomong aku langsung potong omongannya. Aku langsung bilang ”Aku sudah tahu kok Bu dari Arda” selesai ngomong gitu aku langsung memeluk kakinya sambil menangis terharu. Ibuku yang awalnya terlihat tegang banget mendadak kelihatan lega sambil ngusap-usap kepalaku yang lagi ada di pangkuannya dengan kasih sayang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar