Mentari
pagi masih belum berani menampakkan sayapnya. Ibu sudah bangun pagi dan
melakukan rutinitas pagi selayaknya ibu rumah tangga seperti biasanya. Hari ini
masih hari libur panjang, rutinitas bersekolah yang biasanya ku benci kali ini
malah aku benar-benar merindukannya. Maklumlah liburnya panjang benar. Aku baru
kelas 1 SMA. Itu aja aku belum masuk sekolah alias baru diterima di SMA.
Kembaliku
berjalan menyusuri tempat yang kotor dan bau. Dengan hati-hati menyusuri jalan
setapak yang keriting. Sehingga kami harus melompat-melompat menghindari
lubang-lubang becek yang kotor dan basah. Menyusuri jalan-jalan kecil yang sempit
tapi banyak sekali orang yang masih mau berdesak-desakan. Terutama bagi mereka
yang ingin barang bagus dan murah. Seakan-akan sudah biasa dan tanpa perduli
dengan keadaan di bawah, mereka masih melanjutkan aktivitas masing-masing. Jual-beli
menjadi sangat marak dibarengi dengan manusia yang berlalu lalang di dalam
pasar.
“beli
apa sih bu?”
“Ya
beli bumbu dan ikan buat makan siang nanti”. “Nanti belok ke toko kaset ya bu?
Aku mau beli kaset baru, kan pingin banget nonton film di rumah” ku giring
motor gran buntut milik ayahku ke tempat parkiran motor yang terdapat di
belakang pasar.
ibu
sangat mengerti apa yang aku inginkan. Aku memang sedikit menyinggung tentang
permintaanku pada DVD.” Ron..Andaikan kita punya Dvd ya tak pinjemkan kaset DVD
yang banyak. Temenku kan punya film-film bagus. Tetapi sayangnya sih kaset DVD.
Lha wong punya kita masih CD ”, ”iya mas, kalau kaset DVD itu harus
dimainkannya di DVD ya, kan sama-sama kaset bentuknya aja sama”, “iya to ya,
lha wong dah dicoba tapi tetep aja gak jalan kok”. Saat itu yang lagi tenar
adalah film Laskar Pelangi. Aku sih belum nonton, tapi kelihatannya bagus.
Suara
burung yang biasanya riuh meramaikan suasana rumah tapi kali ini kicauannya tak
terdengar lagi. Seakan ikut dalam kesunyian siang hari yang panas. Semua orang
lelap dalam kesunyan ini. Burung itu milik ibuku. Entah darimana ibu bisa
mempunyai hobi memelihara burung itu. Bahkan ayahku tidak terlalu suka dengan
burung. Walau sudah beberapa kali gagal mempertahankan burung itu(ibu pernah
memelihara burung dari kecil tapi sudah mati karena dimakan penyakit), padahal
ibuku terkenal sangat sayang pada burung cendet itu. Selain burung cendet ibu
juga mempunyai burung beo yang bisanya Cuma berkeok koekk, ya seperti ayam yang
lagi kelaparan aja. Biasanya burung beo ditaruh di luar rumah di dalam kandang
besi. Mungkin ini sebabnya burung beo itu selalu berkokok seperti ayam. Mungkin
masih banyak lagi peliharaan ibu yang tidak mungkin ku perkenalkan satu-persatu.
“assalamualaikum”
terdengar orang mengucapkan salam dari luar rumah. “waalaikumsalam” ku bergegas
menuju pintu keluar. “Ibunya ada dek” ternyata seorang pria muda mungkin teman
pedagang ibu. Ibu juga pedagang pasar, di pasar biasanya ibu menjual
bumbu-bumbu dapur dan kacang tanah. Kacang tanah dibeli pagi-pagi sekali dengan
berebutan dengan pedagang lain. Siapa cepat ya di dapat. Makanya, biar tidak
ketinggalan mendapat kacang tanah, pagi-pagi sekali ibu sudah mengantri di depan
pasar menunggu mobil pengangkut kacang. “Kalau tidak dapat kacang ya tidak ada
bahan dagangan”,celoteh ibu kepada kami. Sambil menengok ke dalam rumah ku
bilang “ada mas, tak panggil dulu nggih”. Ku menuju dapur dan menggantikan ibu
memasak. “ada tamu bu, tak gantikan memasak”. Sebenarnya aku gak jago memasak
sih. Tapi bisa lah kalo dikit-dikit. Tapi masalahnya aku kurang bisa menentukan
takaran bumbu yang pas untuk masakan ibu ini. Jadi masakanku tidak bisa
menandingi masakan ibu yang sangat pas rasanya.
Ibu
biasanya mengobrol panjang lebar tentang burung dengan temannya itu. Tetapi
kali ini kelihatannya sangat serius. Berbeda dengan biasanya, tamunya ibu itu
berniat untuk membeli salah satu burung yang terkenal sangat bagus kicaunya.
Burung itu mempunyai harga paling mahal diantara burung lainnya. Burung
berjenis murai batu itu ditawar sekitar 500 ribu lebih. “Waduh mahal amat”
celotehku. Tapi harga itu tidak sebanding dengan kegemaran ibu kepada burung
murai yang memang menurutku memang sangat bagus kicauannya. Berbeda dengan burung-burung
lainnya. Burung murai itu mendapat perlakuan yang istimewa dengan sangkar
khusus yang sangat besar. Berdiameter sekitar satu meter agar ekornya tidak
rusak ketika berterbangan kemana-mana. Tidak lupa kalau tiap matahari bersinar
ibuku selalu memandikan burung murai batu itu di bawah teriknya matahari pagi.
Sehingga bulu yang berwarna warni telihat berkilauan bermandikan sinar mentari.
***
Saat
mentari terbit dari timur, embun pagi menetes melewati sela-sela dedaunan
hijau. Nyanyian burung bersahut-sahutan terasa mengusik tiap hembusan nafas
ini. Dengan sedikit malas ku buka mata perlahan. Dengan mengucek-kucek mata
sambil berjalan menuju belakang. Semilir angin dingin seakan menghentikan laju
langkahku. Aku sempat melihat jam. “Hah sudah jam 5.30!”pikirku. Segera aku
sholat subuh.
Belum
hilang rasa kantukku aku sudah harus mandi dan bergegas berangkat sekolah.
Dengan
terburu-buru kuambil baju yang sudah kupersiapkan. Kemeja putih dan didampingi
celana panjang abu-abu. Cukup rapi, tinggal menyiapkan tas dan sepatu.
“Bu!
Pak! mau berangkat sekolah dulu ya. Assalamualaikum” dengan berjalan cukup
santai aku melaju sengan ringan. Setelah melaju beberapa saat, tiba-tiba
terdengar suara dari depan jalan memanggil namaku.
“Nang,
tunggu sebentar”, datang sesosok berseragam melaju dengan cepat dengan membawa
sepeda gunung. Ternyata itu agung teman sejak SD tapi berbeda SMP. Kita
bertetangga sekitar sepuluh rumah dengan rumahku.
Sesampainya
di sekolah kami langsung digiring ke temat yang berbeda-beda dan disuruh
berkumpul dengan teman sekelasku karena dari awal aku sudah ditanya oleh kakak
kelas ”kamu kelas berapa dek?”. “Kelas 10-1 Kak”. Lalu aku digiring ke lapangan
yang letaknya di pojok sekolah. “sekarang kalian berlatih baris-berbaris!”
perintah kakak pendamping kelasku. Dia bertugas memimpin dan mengkoordinasi
kami sekelas untuk berlatih disiplin dan Pelatihan Baris Berbaris.
Aku
sebenarnya juga sedang menatap jauh dengan pandangan kosong. Tertuju ke sesosok
gadis. Sepertinya dia lebih tua dariku. Dia sedang mengamati sekeliling
lapangan dengan pandangan penasaran. Ternyata dia seperti mencari seseorang.
Entah dengan ekspresi gelisah seperti itu aku malah tertegun melihatnya. Dia
seperti memenuhi perhatinku dalam beberapa menit terakhir. Dia sepertinya
kecewa karena tidak menemukan yang dia cari. Entah dalam pikiranku tiba-tiba
aku ingin menanyakan “mbak, sedang mencari siapa? Kalau boleh tahu kalau tidak
keberatan aku bisa membantu”. Lenyaplah dia dari pandanganku dan hilanglah pula
khayalan indahku dari sosok yang mengisi pikiranku beberapa saat itu.
Sesosok
perempuan bersikap tegas dengan ekspresi wajah dingin dan tegang menuju di
depan barisan. Serentak setiap pemimpin dalam setiap barisan siswa baru
memberikan hormat. Serentak suasana menjadi sangat hening dan tegang ketika dia
memperkenalkan diri sebagai komandan pleton. Komandan pleton dapat dikatakan
sebagai pemimpin dari komandan yang memimpin tiap kelas. Dilihat dari wajahnya
aja menakutkan, ditambah suara lantangnya yang menambah
sangarnya sosok srikandi gagah itu. “Hai kamu yang disana!” teriak perempuan
itu kearahku. Sontak aku sangat kaget setengah mati. Aku yang sedari tadi sibuk
dengan pelatihan baris-berbaris di kelompok barisanku disuruh untuk maju
kedepan lapangan. Aku melaju dengan ragu tapi akhirnya aku dengan tegas
melangkah ke depan lapangan. “Kamu tahu pagi ini kesalahanmu apa?”. Aku cuma
diam.
Ditambah lagi aku harus menerima hukuman karena salah
dalam melakukan PBB(Pelatihan Baris Berbaris) aku mendapatkan hukuman 20 push up sungguh menjengkelkan. Terik
panas matahari seperti memeluk seluruh tubuhku. Keringat yang keluar dari raga
ini tanpa terasa mengalir terus tak berhenti. Tiba-tiba kepalaku terasa sangat
berat. Tanganku pun terasa sangat berat dan kaku. Pandanganku kabur dan terasa
seperti mengantuk. Aku lupa sejenak dan merasa seperti sangat pusing, pusing
sekali. “Kak, ada yang pingsan!” teriak salah satu temanku dan seluruh orang
mengerubungiku. Hanya itu yang terakhir kulihat setelahnya aku pingsan.
Aku
membuka mata dengan pelan-pelan. Meski terasa berat tetap kupaksakan untuk
melihat sesosok wanita cantik yang mengambil minuman dan menuruhku untuk tetap
istirahat. “Kamu tidak usah ikut ospek dulu kalau masih merasa sakit”. “baik
kak, kakak siapa?”. “Namaku Atik” wah nama yang bagus. Ternyata dia itu gadis
cantik yang tadi sedang di pinggir lapangan yang gelisah mencari seseorang.
Tiba-tiba aku merasa ingin menanyakan kepadanya tetapi entah mengapa aku tidak
bisa. Kami hanya menanyakan sesuatu yang ringan yang kesannya hanya basa-basi
saja. Pada saat itu juga menjadi awal aku dan atik menjadi akrab. Kami seakan
berjodoh ketika harus ertemu dalam berbagai kegiatan sekolah, tak ada kepastian
dariku pada waktu itu. Saat dia pertanyakan tentang hal itu, saat itu juga aku
tenggelam pada sebuah penyesalan yang amat dalam. Seperti ada rasa bersalah
dalam hidupku. Penyesalan itu sampai merasuk jauh kedalam hatiku. Ketika
sekarang dia telah menjauh dari sisiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar